Peran Cyber Space sebagai ruang budaya bagi manusia



Kita dapat merasakan terjadinya percepatan proses aktivitas kehidupan dalam era globalisasi ini. Dunia pun seakan-akan melipat dirinya. Manusia tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya. Tidak perlu lagi menunggu untuk mendapatkan informasi tentang keadaan suatu daerah di wilayah yang jauh dari tempatnya berada. Manusia tidak perlu lagi membaca banyak buku untuk menemukan suatu informasi yang dia butuhkan. Hal tersebut terjadi sejak perkembangan teknologi yang kian pesat, terutama sejak dimunculkannya internet secara global.

Apakah masyarakat Indonesia sudah siap menerima serangan elektronisasi yang dibawa oleh globalisasi melalui fasilitas internetnya? Jawabannya tergantung kepada para pelajar. Pelajar di sini berarti semua orang yang memiliki niat untuk belajar, tidak terpatok dalam batasan umur dan gelar ataupun jabatan, maka anak SD hingga orang-orang tua semuanya berperan dalam mempersiapkan Indonesia yang elektronis.

Perhatian terhadap perkembangan internet dan perannya dalam kehidupan manusia tak dapat lepas dari perkembangan Information Commnication Techlology (ICT) atau lebih dikenal di Indonesia dengan teknologi informasi dan komunikasi, sebab peran ICT terhadap berbagai bidang kehidupan sangatlah besar. Teknologi informasi dan komunikasi mampu mengubah cara orang berkomunikasi, cara orang bekerja, cara orang belajar atau dengan kata lain mengubah cara hidup. Penerapan ICT dalam kehidupan merupakan pintu gerbang dalam pembentukan kebudayaan baru, yaitu kebudayaan cyber.

Kebudayaan Cyber adalah kebudayaan yang terbentuk karena semakin membudayanya pelaksanaan hampir segala jenis aktivitas manusia di dunia cyber. Hal ini disebabkan karena telah terjadinya elektronisasi di hampir segala jenis aktivitas kehidupan manusia. Hal ini berarti semua manusia harus memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan alat-alat elektronis yang berteknologi tinggi sebab jika tidak maka manusia itu akan terpinggirkan dan menjadi manusia yang tidak berguna.

Penerapan ICT memiliki tantangan tersendiri. Masalah muncul ketika aktivitas yang berbasis ICT berinteraksi dengan orang-orang yang masih gagap teknologi. Proses komunikasi berbasis teknologi informasi akan terlihat tersendat, macet bahkan tak berfungsi ketika berhadapan dengan manusia-manusia yang belum terlalu akrab dengan komputer, jaringan dan internet.

Tantangan penerapan ICT dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu sarana dan prasarana, masyarakat dan individu. Tantangan yang ada dalam sarana prasarana antara lain adalah software yang digunakan untuk fasilitas pendukung ICT sebagian besar masih belum berbahasa Indonesia.

Kemungkinan terjadinya kebocoran informasi rahasia negara semakin besar, belum terlalu memasyarakatnya internet maupun alat-alat pendukung teknologi informasi terutama di daerah-daerah terpencil.

Tantangan penerapan ICT yang muncul dari sudut pandang kemasyarakatan adalah kurangnya SDM yang mampu untuk menjadi teknisi alat-alat yang mendukung penerapan ICT, kurangnya jumlah SDM yang memiliki keterampilan dan kemampuan untuk memanfaatkan informasi yang disediakan oleh teknologi informasi, masih tersendatnya komunikasi antarahli ICT untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sehari-hari, masih hidup dan dipertahankannya budaya-budaya negatif. Kebiasaan yang tidak baik dan mentalitas rendah dalam masyarakat Indonesia, misalnya korupsi, kolusi, kurangnya kedisiplinan terhadap peraturan, malas, pembajakan karya cipta (termasuk mencontek jawaban soal pada ujian), egois dan kapitalis yang mematikan fungsi sosial manusia karena selalu berorientasi kepada keuntungan material dan cenderung individualis yang sekuler, sosialis yang meniadakan sisi pribadi manusia dan menjadikan manusia hanya berfungsi sebagai makhluk komunal, kurang mengenal diri sendiri, kurang bertanggung jawab.

Pribadi yang berinteraksi dengan ICT pun memunculkan beberapa tantangan yang patut diperhitungkan, yaitu moral dan spiritualitas yang rendah pada sebagian besar rakyat Indonesia, masih adanya orang-orang yang phobia terhadap pertumbuhan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang diakibatkan oleh masih adanya mentalitas rendah, misalnya mempersulit yang mudah untuk keuntungannya sendiri.

Penerapan ICT di Indonesia terkait dengan e-lndonesia Initiative. E-lndonesia Initiative adalah suatu gerakan yang berkaitan dengan pembangunan teknologi dan komunikasi di Indonesia, baik usulan kebijakan, tesbed, pengendalian, pemantauan maupun kegiatan-kegiatan yang terkait lainnya, baik di pemerintahan, korporasi, sekolah maupun lembaga swadaya masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah tercapainya pembangunan teknologi informasi dan komunikasi yang selaras dengan pembangunan negara Republik Indonesia. Pembangunan e-commerce, e-education, e-government dll. perlu diteruskan dengan melihat pengalaman selama ini dan juga strategi pembangunan maupun penerapan yang lebih sesuai.

Konsep penerapan teknologi informasi dan komunikasi akan percuma jika tantangan yang ada dalam masyarakat dan pribadi bangsa Indonesia tidak kita tanggulangi. Hal itu pun akan makin parah jika peluang yang ada tidak kita manfaatkan. Penyambutan elektronisasi dalam segala bidang harus kita persiapkan dengan pembentukan budaya baru dalam diri bangsa Indonesia. Pembentukan budaya ini tidak berarti mengganti seluruh budaya yang ada, namun lebih cenderung kepada penggabungan budaya-budaya baik yang ada pada dua kebudayaan (kebudayaan internal dan kebudayaan eksternal) dengan tujuan terciptanya satu budaya unggul yang memanusiakan manusia dan menunjukkan manusia yang menjadi dirinya sendiri namun tetap sesuai fitrahnya.

Kebiasaan dan mentalitas yang harus ditanam, dipupuk dan dipelihara oleh masyarakat Indonesia untuk menuju kebudayaan cyber adalah kebiasan untuk disiplin. Bentuk disiplin itu antara lain berusaha untuk menepati janji, tepat waktu, taat pada peraturan yang berlaku atas dasar kesadaran pribadi bukan atas dasar rasa takut. Menjadi pribadi yang visioner (memiliki tujuan hidup yang jelas dan motivasi yang benar), berkarater (memiliki harga diri dan kehormatan jiwa dalam bentuk jujur, terpercaya, bertanggung jawab, setia dan loyal), selalu berusaha untuk tidak menjadi beban orang lain, juga merupakan mentalitas yang harus ada. Hal lain yang patut dilahirkan adalah memiliki prisip kerja keras, tuntas, kualitas, cerdas dan ikhlas. Kebiasaan mengeluh, bertindak sia-sia, malas, mengandalkan orang lain dan plagiasi (peniruan) murni adalah budaya yang harus dihilangkan dan dimatikan. Catatan penting dalam persiapan menuju kebudayaan cyber adalah perhatian terhadap sisi spiritualitas manusia, sebab sehebat apapun manusia tetap ada batasan yang tak dapat ditembus oleh kemampuannya. Harus ada keseimbangan perkembangan antara iptek dan moral. Spirituaitas disini bukan sebagai pelarian manusia, namun sebagai penopang perkembangan pemikiran manusia.

Sebagai penutup, melakukan perubahan kebudayaan merupakan hal yang sulit, namun bukan hal yang tidak mungkin. Selama kita berusaha untuk merubah, maka hal itu pasti dapat terlaksana. Maka bukan hal yang tidak mungkin jika kelak bangsa Indonesia dapat ikut berperan dalam pembentukan kebudayaan baru, yaitu Kebudayaan Cyber.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages